Archive for the ‘Sugar Processing’ Category
Neraca Warna (Color Balances) untuk Optimasi Warna Gula Produk
Warna larutan merupakan parameter penting dalam kualitas gula produk. Standar warna telah diatur dalam SNI GKP dan PG dituntut untuk memenuhi standar tersebut. Dengan segala keterbatasan yang ada, maka PG harus dapat mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki supaya dapat menghasilkan kristal gula dengan warna yang konsisten. Sumber warna sendiri terdiri dari dua, yaitu yang berasal dari tebu dan terjadi karena kondisi proses pada saat pengolahan gula.
Salah satu upaya untuk memperoleh warna gula yang konsisten adalah dengan melakukan kontrol melalui neraca warna. Sama halnya dengan neraca massa, maka neraca warna juga menggambarkan perjalanan warna dimulai dari NPP hingga menjadi gula produk. Dengan adanya neraca warna yang dibuat secara rutin, maka manajer atau chemiker di pengolahan dapat melakukan antisipasi apabila terdapat warna bahan alur proses yang tidak sesuai target. Selain itu dapat diketahui apakah penurunan warna pada tahapan proses sudah sesuai dengan standar atau belum. Apabila tidak sesuai dengan standar maka diperlukan aksi dalam setting parameter di proses pengolahan.
Tabel 1. Warna Bahan Alur Proses di Mirpurkhas Sugar Mill Pakistan (Defekasi)
Komponen | 2006-2008IU | 2012-2014IU | %Penurunan Warna |
NPP | 17.220 | 14.035 | 18.50 |
Nira Mentah | 20.302 | 16.995 | 16.28 |
Nira Jernih | 17.846 | 14.209 | 20.38 |
Nira Kental | 18.631 | 14.638 | 21.43 |
Masakan A | 17.385 | 13.109 | 24.60 |
Stroop A | 33.797 | 25.552 | 24.40 |
Gula A | 974 | 666 | 31.60 |
Masakan B | 38.926 | 29.759 | 23.55 |
Stroop B | 67.100 | 52.394 | 21.92 |
Bibitan B | 10.751 | 7.124 | 33.73 |
Masakan C | 73.246 | 61.470 | 16.08 |
Tetes | 111.680 | 95.223 | 14.74 |
Magma C | 26.271 | 20.217 | 23.04 |
Klare C | 39.874 | 31.538 | 20.90 |
Tabel 1 menunjukkan warna bahan alur proses di PG MSM Pakistan. Proses pengolahan gula di PG tersebut menggunakan defekasi remelt. Apabila kita lihat warna bahan dimulai dari NPP, maka akan terjadi kenaikan warna sekitar 18-20 %. Naiknya warna disebabkan oleh ekstraksi di gilingan. Selanjutnya pada proses pemurnian defekasi warna akan turun 12 – 16 %. Apabila dibandingkan dengan proses sulfitasi penurunan warna lebih kecil. Selanjutnya pada proses penguapan rata-rata mengalami kenaikan warna larutan. Hingga pada proses kristalisasi dengan gula A sebagai produk penurunan warna 94-95 %. Read the rest of this entry »
Pengendalian Warna Gula : Kontrol Kondisi Proses
Zat warna tidak hanya secara natural dibawa oleh tebu, namun dapat timbul selama proses mulai ekstraksi di gilingan hingga kristalisasi. Untuk itu diperlukan pengendalian proses untuk mengontrol warna dan meminimalisir hal-hal yang dapat memicu terbentuknya warna selama proses pengolahan gula. Pada tahap pertama kontrol proses dilakukan di proses ekstraksi dalam tandem gilingan. Meminimalkan pembentukan warna dapat dilakukan dengan pengelolaan sanitasi gilingan yang optimal. Sanitasi dapat dilakukan secara mekanis menggunakan steam secara teratur dan secara kimiawi menggunakan biosida.
Langkah selanjutnya dalam pengendalian proses adalah dalam tahap pemurnian nira. Hampir sebagian besar PG menggunakan proses sulfitasi dengan tahapan pemurnian dilakukan proses pemanasan nira, reaksi dengan susu kapur, gas SO2 dan pengendapan di clarifier. Parameter utama dalam proses pemurnian adalah pH, suhu dan waktu reaksi. pH berperan dalam pembentukan warna, khususnya dengan kadar gula reduksi nira. Dengan semakin tinggi nya kadar gula reduksi maka pH yang terlalu tinggi dapat memicu pembentukan warna gelap akibat reaksi dari gula reduksi. Waktu tinggal yang lama dengan suhu tinggi juga berpotensi untuk terjadinya degradasi warna.
Hal lain yang dapat memicu kenaikan warna nira adalah adanya bagasilo yang terikut dalam nira. Bagasilo dapat menyebabkan kontaminasi biologis dan meningkatkan warna nira jernih. Peningkatan terjadi dengan penambahan kapur dan suhu (Mathur, 1984). Tabel 1 menunjukkan terjadinya penurunan warna di nira jernih di PG MSM Pakistan dengan upaya optimalisasi yang dilakukan di proses pemurnian. Optimasi yang dilakukan antara lain :
- Melakukan kontrol pH dan suhu nira
- Menambahkan rotary screen dengan ukuran 0,35 mm di gilingan dan 0,25 mm di pemurnian untuk mengurangi kontaminasi bagasilo
- Optimalisasi di clarifier untuk mengurangi waktu tinggal nira.
Pengendalian Warna Gula : Kontrol Kualitas Bahan Baku
Salah satu upaya untuk memperoleh warna gula yang bagus adalah dengan input warna bahan baku seminimal mungkin. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan melakukan pemilihan varietas dan optimalisasi tebang, muat angkut (TMA) untuk memperoleh tebu yang MBS. Telah banyak studi yang dilakukan bahwa kadar kotoran tebu dapat meningkatkan warna nira. Pada Tabel 1 menunjukkan upaya yang dilakukan oleh PG di Pakistan dalam mereduksi warna nira sehingga akhirnya juga dapat menurunkan warna gula produk.
Tabel 1. Warna Nira Perahan Pertama di Mirpurkhas Sugar Mill Pakistan Pada Berabagai Kondisi Tebu
Uraian | Hasil | |
Musim Giling | 2006 – 2008 | 2012-2014 |
Kadar Kotoran | 3 – 5 % | < 1 % |
Tebu Terbakar | 0,4 % | 0,08 % |
Tebu Muda | 2 – 4 % | < 1 % |
Kadar Dekstran NPP | 9.000 ppm | 4.000 ppm |
Warna NPP (IU) | 17.220 | 14.035 |
Tabel 1 menunjukkan bahwa upaya untuk menekan kadar kotoran tebu, tebu terbakar dan tebu muda dapat menurunkan warna nira mentah yang masuk ke pabrik. Smith (1990) menyatakan bahwa “Sudah menjadi trend bahwa warna nira pada awal dan akhir giling adalah yang tertinggi dan terendah adalah pada pertengahan giling dimana kualitas tebu pada kondisi terbaik. Hal ini mengkonfirmasikan bahwa warna yang disebabkan oleh varietas tebu memegang peranan dalam pembentukan warna dalam proses”.
Sebagai awal dalam kontrol warna di PG maka perlu dipertimbangkan hal sebagai berikut :
- Varietas dan Kemasakan Tebu optimal
- Kondisi Iklim
- Budidaya tebu yang optimal (penggunaan pupuk nitrogen sesuai kebutuhan) karena semakin banyak nitrogen maka kandungan asam amino semakin tinggi.
- Tebang muat angkut optimal terutama mengurangi kewayuan tebu
- Mengurangi jumlah kadar kotoran.
SUMBER PEMBENTUK WARNA KRISTAL GULA : Faktor Pabrik
Proses pengolahan gula terdiri beberapa tingkatan antara lain : eksktraksi, pemurnian, penguapan dan kristalisasi. Pada setiap tahapan proses terjadi reaksi baik fisika maupun kimia. Reaksi-reaksi tersebut akan berpengaruh terhadap degradasi warna nira dan bahan alur proses. Tabel 1 menunjukkan beberapa tipe zat warna yang terbentuk dalam tahapan proses pengolahan gula.
Tabel 1. Tipe Zat Pembentuk Warna Pada Berbagai Tahapan Proses Gula
Bahan | Ekstraksi | Pemurnian | Penguapan | Kristalisasi | |
Produk | Tebu | Nira | Nira | Nira Kental | Masakan, Stroop, tetes, gula |
Alkalinitas | Rendah | Rendah | Menengah | Menengah | |
Suhu | Menengah | Tinggi | Tinggi | Menengah | |
Zat Warna | CWP
Flavonoids Phenolic |
EBP*
Phenols-besi |
HADP** | Melanoidins
Non EBP*** Karamel |
Melanoidins
Non EBP*** Karamel |
*Enzymatic Browning Products
**Hexose Degradation ***Non Enzymatic Browning Products |
Melanoidins
Melanoidins terbentuk karena reaksi antara komponen karbonil dan asam amino atau reaksi Maillard. Terbentuknya melanoidins umumnya di nira, dimana kecepatan reaksi nya rendah apabila brix nya rendah (Paton and McCowage, 1987). Pada kondisi brix meningkat dan dengan adanya panas kecepatan reaksi akan meningkat pula.
Karamel
Karamel terbentuk karena sukrosa yang terdegradasi oleh panas. Karamel terbentuk pada suhu tinggi, dimana pada sukrosa caramel mulai muncul pada suhu > 1850C (Ahari and Genetolle, 1961). Terbentuknya caramel lebih lama dibandingkan dengan melanoidins. Karamel biasanya terbentuk pada proses penguapan dan kristalisasi yang dilakukan pada brix dan suhu tinggi. Read the rest of this entry »